Dalambuku How to Start and Run a Writing and Editing Business karya Herman Holtz terdapat sebuah pernyataan yang menghunjam dari seorang Samuel Johnson (pemikir dan penulis yang hidup pada abad ke-18): “Tak seorang pun, selain si bebal, menulis kecuali demi uang.” Dr. Johnson seolah mencerca bahwa hanya orang bebal sajalah yang menulis

Dengan ketidakstabilan ekonomi dan lingkungan kerja saat ini, banyak dari kita yang menghadapi ancaman kehilangan pekerjaan. Siapa yang bisa menolong kita dan memberikan jaminan serta penghiburan, yang selalu hadir untuk menolong dan memelihara kita? Menemukan Tujuan Hidup Anda BACA Banyak orang sukses menemukan diri mereka tidak bahagia, meski sudah mencapai segalanya. Mengapa demikian? Bacaan ini mengajak Anda untuk menemukan tujuan hidup sejati Anda sebagai karya agung Allah, yang diciptakan untuk dikasihi dan dihargai oleh Allah. Kanker? Masih Ada Harapan! BACA Ketika vonis yang menakutkan itu dijatuhkan, ketika masa depan tampak suram dan serba tak pasti, masihkah kita memiliki pengharapan? Kalau iya, pengharapan apakah yang dapat kita jadikan pegangan di tengah pergumulan yang penuh ketidakpastian ini? Ketika bencana telah terjadi dan kerusakan yang ditimbulkannya masih terlihat nyata, apa yang perlu orang Kristen perbuat untuk menanggapi peristiwa buruk tersebut secara alkitabiah? Apa saja yang dapat kita lakukan dengan kasih Kristus untuk menolong mereka yang menderita? Mengapa Ada Rasa Sakit dan Penderitaan? BACA Isu klasik “orang baik bernasib buruk” telah dibahas dari masa ke masa tanpa penjelasan yang benar-benar memuaskan. Namun, di dunia yang sarat penderitaan, ada satu pengharapan abadi yang membuat kita bisa bertahan. Buklet ini menjelaskan penyebab penderitaan sekaligus solusinya. Tolong! Aku Tak Sanggup Hadapi Hari Esok BACA Mengambil pendekatan dari sisi ketakutan manusia terhadap sesuatu yang belum kelihatan, penuh ketidakpastian, bahkan resiko kegagalan, buklet ini memperkenalkan seorang Pribadi yang sudah pernah melewati semuanya, maha tahu, dan mau menyertai Anda. Tolong, Aku Merasa Tak Berharga BACA Bagaimana cara Anda mengukur harga diri Anda sendiri? Pernahkah Anda merasa tidak berharga? Atau Anda merasa orang-orang tidak menghargai Anda? Melalui bacaan singkat ini, kiranya Anda diyakinkan kembali bahwa Anda sungguh berharga di mata satu Pribadi yang menciptakan Anda. Tolong, Saya Sedang Stres! BACA Pernahkah Anda merasa tidak dapat menahan tangis atau amarah? Atau merasa ingin bersembunyi dan melarikan diri? Semua itu bisa menandakan Anda sedang stres. Namun, apakah kita harus terus stres dan khawatir seumur hidup? Temukanlah pertolongan yang disediakan Tuhan bagi kita yang sedang dilanda stres. Terbebas dari Kecanduan BACA Kecanduan merupakan penyimpangan yang melibatkan aspek psikologis sekaligus biologis. Namun, semua itu bisa diatasi dengan memulihkan aspek paling mendasar, yakni spiritual. Buklet ini memberikan langkah pertama menuju kelepasan dari kecanduan.

Sepertiapa latar belakang mereka, profil mereka dan berbagai tantangan atau pergumulan yang sedang mereka hadapi. Dengan pengenalan konteks yang baik maka si pengkhotbah secara maksimal mengaktualisasikan nats yang dikhotbahkan kepada para pendengar dan memberikan solusi/jawaban terhadap berbagai pergumulan yang mereka
Data Buku Judul Pertarungan di Pniel Penulis Cyprian Bitin Berek Penerbit Perkumpulan Komunitas Sastra Dusun Flobamora Cetak I, Maret 2019 Tebal 100 halaman ISBN 978-602-51631-4-2 Pertarungan di Pniel Menjelang subuh dia melenguh “Yakub! Yakub! Sudah kau menang terhadap Allah. Sudah kautaklukkan dirimu ialah ketakutanmu sendiri.” Demikianlah kutipan salah satu bait dalam puisi “Pertarungan di Pniel”, karya Cyprian Bitin Berek. Puisi ini pernah dinominasikan untuk menerima Anugerah Kebudayaan 2006 untuk Media Massa dan Iklan dalam kategori “Puisi Terbaik Media Cetak” dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Sebagai puisi yang dipilih untuk menjadi judul kumpulan puisi ini, secara tertentu, kita dapat melihatnya sebagai sebuah medan magnet pemaknaan, yang daripadanya puisi-puisi lain dapat dicerap dalam skema pemaknaan tertentu. Ulasan ini akan bergerak dari kecenderungan umum puisi-puisi Cyprian yang berkiblat pada tradisi Yahwista sebagai salah satu tradisi yang meredaksikan Pentateukh lima Kitab Taurat dalam tradisi Alkitab Perjanjian Lama. Kecenderungan sastra dan teologi Yahwista yang sangat menekankan relasi personal dan akrab antara manusia dan TUHAN YHWH kiranya dapat dipostulatkan sebagai siasat Cyprian dalam mengelola kondisi psikologis para tokoh Perjanjian Lama yang hadir dalam puisi-puisinya. Selanjutnya, dengan bantuan filsafat Sren Kierkegaard tentang eksistensialisme dan subjektivisme iman, kita akan memeriksa secara umum kecenderungan Cyprian yang menghidupkan pergumulan batin para tokoh dalam puisi-puisinya untuk membangun suatu rekonstruksi narasi sebagai sebuah pergumulan eksistensial berhadapan dengan Tuhan. Tendensi pada Tradisi Yahwista Kumpulan puisi Pertarungan di Pniel merangkum 51 puisi yang bertema biblis. Mayoritas puisi mengacu pada kisah-kisah dalam dunia Perjanjian Lama, terutama Kitab Kejadian Genesis. Sedangkan beberapa lainnya adalah narasi dalam Kitab Keluaran, Imamat, Raja-Raja, hingga kisah Injil dalam dunia Alkitab Perjanjian Baru. Berdasarkan penelitian yang mendalam, para ekseget ahli Alkitab menyimpulkan bahwa sekurang-kurangnya ada empat tradisi yang terlibat dalam penyusunan Pentateukh Kitab Taurat, yakni Yahwista Y, Elohista E, Priester Codex P, dan Deuteronomista D. Masing-masing tradisi ini memiliki kekhasan literer tertentu dalam menyampaikan kisahnya yang menggambarkan relasi manusia dengan Tuhan. Semisal, dalam tradisi Yahwista, cerita-cerita yang dibangun dilukiskan dengan sangat bervariasi dan hangat. Tuhan digambarkan sangat antropormofistis, sehingga terkadang kehadiran Tuhan dikisahkan begitu personal dan terlibat langsung dalam pengalaman konkret manusia. Tradisi ini juga disebut Yahwista karena merujuk pada penamaan Tuhan yang disapa “YHWH”. Selain itu, ada juga tradisi Elohista yang merujuk pada penyapaan Tuhan dengan nama “Elohim”. Tradisi ini memiliki kekhasan literer yang agak pesimistis, dan menggambarkan Tuhan sangat transenden dan berjarak dari kehidupan manusia. Dua tradisi lainnya adalah tradisi Priester Codex atau tradisi Imam dengan corak penceritaan yang kaku, kronologis dan sistematis, serta tradisi Deuteronomista dengan gaya parenetis nasihat. Puisi-puisi Cyprian pada umumnya merupakan puisi yang menghidupkan dirinya dari kisah-kisah dalam Kitab Kejadian. Narasi memang merupakan bentuk sastra yang utama dalam Kitab Kejadian. Hal ini kemudian berdampak pada posisi siasat berpuisi Cyprian yang menggunakan bentuk narasi. Bentuk cerita yang paling banyak terdapat dalam Kejadian adalah saga. Saga berasal dari tradisi lisan yang menggabungkan tradisi dan imajinasi. Saga menjelaskan mengapa sesuatu ada sebagaimana adanya saga etiologis, mengapa sesuatu atau seseorang mempunyai nama tertentu saga etimologis, mengapa suku-suku berhubungan dengan cara tertentu saga etnologis, mengapa tempat-tempat atau tindakan-tindakan tertentu dianggap kudus saga kultis, atau mengapa lokasi tertentu mempunyai ciri khas saga geologis. Dalam Pertarungan di Pniel, mayoritas puisi mengacu pada teks Perjanjian Lama dengan tradisi Yahwista. Beberapa di antaranya, seperti “Jam Terakhir di Eden”, “Adam 1”, dan puisi-puisi lainnya tentang Adam, “Kain 1”, dan puisi-puisi lainnya tentang Kain, “Seusai Pembunuhan 1”, “Seusai Pembunuhan 2”, dan lain-lain. Sangat sedikit jumlah puisi yang merujuk pada tradisi Elohista, seperti puisi “Abraham di Moria” dan tradisi Priester Codex, seperti puisi “Genesis”. Untuk puisi-puisi dari tradisi Elohista dan Priester Codex pun, direkonstruksi oleh Cyprian dengan gaya narasi yang lebih menyerupai tradisi Yahwista. Puisi “Pertarungan di Pniel” adalah salah satu puisi yang mengacu pada teks Kejadian 32 22-33. Dalam terminologi semiotika intertekstualitas Riffatere, teks Kejadian 3222-33 adalah hipogram untuk teks puisi “Pertarungan di Pniel”. Pada umumnya, Cyprian taat pada alur narasi pada teks Alkitab. Namun, ia menyelipkan detail-detail yang memberi suspensi pada narasi puisinya. Berhadapan kami kini./Napas kami memburu./Darah kami membusa./Tak mungkin terus menjadi pengecut.// Bait ke-10 Yang menarik, Cyprian melakukan sebuah intralokasi pemindahan lokasi ke dalam diri terhadap lokasi pertarungan yang terjadi di tepi sungai ke dalam diri Yakub. Cyprian telah melakukan penafsiran baru terhadap teks dengan jalan pembatinan situasi pergumulan Yakub dengan Tuhan. Pertarungan dengan kuasa ilahi yang misterius dan menggetarkan tremendum direfleksikan secara baru sebagai pertarungan dengan diri sendiri. Pada bait terakhir, Cyprian menulis Namun dengan gerak tak terduga/dipelocokannya sendi pahaku, pincang./Tapi sudah kukalahkan ketakutan/juga binatang di dalam hatiku.// Dengan siasat ini, Cyprian tetap mempertahankan refleksi akan kemahakuasaan Allah dengan penyubjekan lawan bertarung Yakub, yakni dirinya sendiri. Cerita ini adalah bentuk saga etimologis, karena nama kota Pniel diasalkan pada pergumulan Yakub dengan Tuhan Ibr. Ś€Ö°ÖŒŚ Ś•ÖŒŚÖ”Śœ; Pnuel dapat diartikan dengan “berhadapan muka dengan Tuhan”. Selain itu, juga merujuk pada bentuk saga kultis karena kejadian dipelocokannya sendi paha Yakub kemudian menjadikan bangsa Israel memegang peraturan pantang kultis bahwa mereka tidak boleh makan daging pangkal paha untuk mengenang paha Yakub yang terluka. Pergumulan Eksistensial Seorang filosof eksistensialis religus Sren Kierkegaard merintis pemikiran tentang pergumulan hidup manusia yang menjadikannya khas dan istimewa, terutama dalam kaitannya dengan relasi personal manusia dengan Tuhan. Dalam karyanya Concluding Unscientific Postscript, Kierkegaard berbicara banyak tentang relasi subjektif individu manusia dengan Tuhan. Menurutnya, manusia harus masuk sampai pada tahap iman sebagai subjektivitas. Ia mengkritik pola beragama waktu itu yang abai terhadap dimensi interioritas personal iman manusia dengan Tuhan dalam kebatiniahan inwardness. Dalam skema eksistensialisme Kierkegard ini, puisi-puisi Cyprian dapat dibaca sebagai sebuah permenungan eksistensial berhadapan dengan narasi dalam teks-teks biblis. Cyprian memanfaatkan tokoh dalam Alkitab, seperti Adam, Kain, Yakub, Musa, dan lainnya sebagai tubuh yang memuat refleksi pribadi Cyprian berhadapan dengan pergumulan hidupnya. Jika diperiksa dengan teliti, kita akan menjumpai bagaimana pergumulan itu menjadi hidup dalam puisi-puisinya, khususnya berhadapan dengan negativitas pengalaman hidup. Puisi yang paling kuat mewakili pergumulan eksistensial adalah “Abraham di Moria.” Puisi panjang yang teridiri dari 18 larik ini mengeksplorasi sisi psikologis tokoh Abraham yang tengah bergelut dengan dilema keputusan berat dalam hidup, yakni cintanya pada Ishak dan ketaatannya pada Tuhan. Dalam teks Kejadian 221-19, sebagai hipogram puisi ini, kecemasan tidak hadir sebagai pergolakan batin Abraham berhadapan dengan perintah untuk mengorbankan Ishak. Menurut Kierkegaard, the missing thing dari kisah Abraham adalah kecemasan anxiety Abraham. Justru sisi kecemasan inilah yang dieksplorasi oleh Cyprian. Cypiran menulis Siapakah diriku, Tuhan?/Apabila anakku tunggal Kauminta kembali/adakah kuasaku memahannya?/Bolehkah onggokan kayu/ membantah pematung/yang menjadikannya indah?/Tuhan, inilah mezbah airmataku./Mazbah kasih untuk-Mu.// Puisi-puisi lain pun mengeksplorasi sisi psikologis tokoh Alkitab yang tidak tertulis dalam teks Alkitab, seperti dalam seri puisi tentang tokoh Adam dan Kain, misalnya. Bahkan, puisi tentang kain mencapai 9 puisi, yang diinterpretasi dari pelbagai sisi yang tidak hadir dalam Alkitab. Puisi “Kain 5”, misalnya, menarasikan kisah tentang Kain dan istrinya, atau puisi “Romansa di Luar Eden” yang menarasikan hubungan intim Adam dan Hawa di luar taman Eden pascapengusiran mereka. Secara umum, puisi-puisi Cyprian memang mengeksplorasi pergumulan batin tokoh-tokoh Alkitab berhadapan dengan pengalaman iman mereka. Siasat ini akhirnya menjadikan puisi-puisinya tampak hidup dan akrab dengan pergumulan hidup kita sehari-hari. Puisi yang Sedang Mencari Bentuk “Di tangan Cyprian, sejumlah kisah Alkitab terasa hidup dan mencair kembali. Sungguh menarik bahwa ia memperlakukan teks-teks tua itu sebagai—meminjam sebuah frasa dalam salah satu sajaknya—puisi yang sedang mencari bentuk’,” tulis Joko Pinurbo di komentar sampul. Siasat narasi dan eksplorasi pergumulan batin para tokoh Alkitab menjadi jalan yang mendukung Cyprian untuk mencairkan kisah-kisah yang kaku dan tua. Ia berhasil mendekatkan pergumulan tokoh-tokoh Alkitab ke dalam Lebenswelt dunia kehidupan kita yang akrab. Namun, kekuatan ini seakan meredup dalam beberapa puisi, khususnya dalam puisi-puisi akhir yang diambil dari khazanah Injil. Mungkin pembacaan Cyprian berhadapan dengan kisah Injil terasa lebih halus dan taat pada kisah-kisah Yesus. Pada umumnya, puisi-puisi ini merunut pada alur kisah dalam Injil. Dalam puisi “Yeshua Ha Masiach”, terasa pergumulan eksistensial ditutupi oleh pengakuan iman yang besar pada sosok Almasih. Mungkin saja, hal ini adalah bentuk eksplorasi berpuisi dari Cyprian sendiri, mengingat dari segi usia penulisan, puisi-puisi terakhir ditulis pada tahun yang cukup berjarak dengan puisi-puisi sebelumnya. Membaca puisi-puisi Cyprian memungkinkan kita memasuki panorama kisah-kisah purba dan berjarak dalam Alkitab secara lebih akrab. Dengan merekonstruksi narasi-narasi dalam Alkitab, Cyprian tengah memberikan kepada kita jalan alternatif untuk menikmati pergumulan eksistensial para tokoh Alkitab secara reflektif dan penuh ketegangan psikologis-eksistensial. Kita seakan melihat diri kita sendiri yang tengah bergelut, entah sebagai Adam yang diam di hadapan percakapan Ular dan Hawa, sebagai Kain yang terbeban dosa, atau sebagai Yakub yang mengalami pergolakan batin dalam kesepian yang asali. Author Recent Posts Seorang pegiat sastra di Komunitas Sastra Filokalia Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui-Kupang dan anggota Komunitas Sastra Dusun Flobamora. Pernah diundang dalam Festival Temu Penyair Asia Tenggara 2018 di Kota Padang Panjang. Beberapa puisinya pernah di muat di Pos Kupang, Victory News, Bali Post dan Koran Tempo. Sedang mempersiapkan buku kumpulan puisi yang pertama. Latest posts by Giovanni A L Arum see all Pergumulan Eksistensial dalam Puisi Biblis - 24 August 2019
Salahsatu keuntungan menjadi penulis adalah bisa bekerja dimana pun dan kapan pun, namun hal itu seringkali membuat orang lain berpikir bahwa penulis punya banyak waktu luang, bahkan tak sedikit yang mengira pengangguran karena tidak pergi ke kantor seperti kebanyakan orang. Hal yang satu ini pasti terjadi di kehidupan seorang penulis.
“Tau ga? Ternyata si A itu orangnya suka gaul, lho. Pinter ngomong dan terbuka. Berarti dia itu ekstrovert, ya.” “Masa? Kalau menurutku malah dia itu introvert. Orangnya agak diem. Senengnya di rumah doang. Suka privasi, deh, pokoknya.” Hingga saat ini, banyak tulisan yang telah mengulas tentang dua kutub kepribadian ini ekstrovert dan introvert. Dua istilah klasifikasi kepribadian ini pertama kali dipopulerkan oleh Carl Jung . Pengukuran kepribadian ini seringkali dilakukan secara kaku. Mereka yang suka bergaul masuk ke dalam kutub ekstrovert. Dan mereka yang senang menyendiri masuk ke dalam kutub introvert. Titik. Tanpa koma. Padahal sesungguhnya, pengukuran ekstrovert-introvert itu seperti sebuah spektrum. Kalau diibaratkan, si ekstrovert berada di sebelah kanan dan si introvert berada di sebelah kiri. Lalu, bagaimana dengan mereka yang berada di antara kedua kutub tersebut? Mereka yang masuk ke dalam zona tengah ini dikenal dengan sebutan ambivert , seperti yang dibahas dalam The Wall Street Journal. Nah, si ambivert ini seringkali terlupakan. Di saat banyak orang mendiskusikan si ekstrovert dan si introvert, mereka yang ambivert merasa bingung. Karena mereka tidak merasa benar-benar ekstrovert dan tidak sepenuhnya introvert. Banyak dari mereka, para ambivert, mengalami pergumulan batin seperti yang terpapar di bawah ini. 1. Kamu merasa nyaman berada di tengah kerumunan orang yang ramai. Tapi, kamu cenderung hanya mengamati dan tidak melakukan yang introvert biasanya akan merasa tidak nyaman dan membuat barikade pengaman jika harus berada di tengah sebuah kerumunan. Sedangkan kamu, sama seperti ekstrovert, tidak merasa gelisah bila harus berada di suatu tempat yang dipadati oleh khalayak ramai. Hanya saja, kalau orang ekstrovert biasanya menikmati situasi tersebut dengan memulai percakapan dengan orang baru. Kamu justru menikmatinya dengan hanya sekadar mengamati sekitarmu saja. Kamu, sama seperti introvert, tidak berinisiatif untuk melakukan interaksi terlebih dahulu. 2. Kamu bisa merasa lelah setelah banyak bersosialisasi. Dan juga merasa gerah bila terlalu lama ekstrovert akan merasa hidup dan bersemangat apabila mereka bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain. Dan akan merasa sangat suntuk jika mereka hanya berdiam diri sendirian. Sebaliknya, orang introvert justru mendapatkan energinya dari kesendirian dimana mereka bisa asyik bergelut dengan pikiran mereka sendiri. Kamu yang ambivert, berdiri di antara keduanya. Kamu akan merasa jengah bila terlalu lama sendirian. Karena kamu juga membutuhkan adanya komunikasi dengan orang lain. Tapi, bersosialisasi dengan orang lain dalam kurun waktu yang lama juga bisa membuatmu merasa lelah dan kehabisan energi. Kalau kamu sudah merasa seperti ini, berarti sudah waktunya bagimu untuk kembali ke duniamu sendiri dan mengecas ulang bateraimu yang sudah hampir mati. 3. Kepribadianmu bisa berubah tergantung dengan siapa kamu ambivert itu fleksibel. Kamu mampu menggeser kepribadianmu sesuai dengan siapa kamu bertukar kata. Kalau kamu sedang berbicara dengan si ekstrovert, maka kamu akan lebih berperan sebagai lawan bicara yang introvert. Kamu akan membiarkan mereka bercerita dan kamu akan lebih mendengarkan dengan setia. Sedangkan jika kamu berhadapan dengan si introvert, maka kamu akan melakoni si pribadi yang ekstrovert. Kamu akan mengambil posisi yang lebih banyak berbicara, sementara mereka akan duduk manis dan menyediakan telinga. Dalam peran yang manapun, kamu si ambivert tidak akan merasa janggal. 4. Kamu bisa berkompromi dengan pembicaraan ringan dan basa-basi. Namun, kamu akan lebih tertarik ketika terlibat dalam percakapan yang mendalam dan yang ambivert tidak merasa malas meladeni sebuah pembicaraan kecil dan ringan, yang mungkin hanyalah sebuah basa-basi. Apa yang sedang terjadi di dalam dunia musik sekarang ini? Apa drama Korea yang lagi hits akhir-akhir ini? Kamu bisa ikut berbincang dan menikmati soal semua itu. Tapi, kamu akan merasa jauh lebih bersemangat ketika percakapan tersebut mulai merujuk pada sebuah topik yang spesifik. Topik yang lebih mendalam dan sesuai dengan minatmu. Kamu lebih tertarik pada percakapan yang berbau filosofi. Sebuah percakapan yang membahas tentang kehidupan. Orang ambivert itu, seperti si introvert, biasanya adalah seorang deep conversationalist. 5. Dalam sebuah komunikasi, kamu tak selalu diam dan tak senantiasa bersuara. Kamu hanya menunggu waktu yang tepat tidak selalu diam seperti si introvert. Tapi, tidak juga senantiasa bersuara seperti si ekstrovert. Orang ambivert umumnya intuitif. Jadi kamu, si ambivert, tahu kapan saatnya harus angkat bicara dan kapan saatnya harus diam dan mendengarkan. Kamu akan melakukan keduanya secara bergantian di waktu yang tepat. 6. Bagimu, berkenalan dengan orang baru itu boleh-boleh saja. Berada di tempat baru juga baik-baik saja. Tapi, berkenalan dengan orang baru di tempat yang baru itu baru luar itu seperti si ekstrovert yang suka dengan suasana baru. Tapi, juga seperti si introvert yang butuh sesuatu yang familiar. Makanya ketika kamu ingin pergi ke suatu tempat yang baru, kamu akan lebih suka pergi dengan orang yang sudah kamu kenal. Dan jika kamu harus berkenalan dengan orang baru, kamu akan memilih untuk bertemu di tempat yang kamu sudah akrab. Berkenalan dengan orang baru di tempat yang baru akan terasa berlebihan dan membuatmu merasa kurang nyaman. 7. Kamu agak sulit memilih rencana akhir pekan. Pergi ke sebuah pesta mewah atau bergelut sendiri di rumah. Di antara keduanya, tidak ada lagi, kamu bisa menjadi si ekstrovert yang terangsang oleh stimulasi dari luar. Dan juga bisa menjadi si introvert yang terangsang oleh stimulasi dari dalam. Jadi untuk urusan memutuskan rencana di akhir pekan, kamu akan merasa cukup kesulitan. Pergi bersosialisasi ke luar atau bermalas-malasan di rumah, kamu suka dengan dua-duanya. Jadi ujung-ujungnya, kamu biasanya akan memutuskan berdasarkan pada mood yang sedang kamu rasakan. Tapi biasanya kalau kamu ingin pergi, kamu akan melontarkan pertanyaan ini “Nanti yang datang ada siapa saja?” 8. Kadang kamu terlihat ambigu. Bergaul dengan mereka yang ekstrovert dan menepi bersama mereka yang introvert. Kamu bisa menyesuaikan bisa berbaur dengan para introvert dalam sebuah klub pecinta buku. Kamu juga begitu leluasa bercengkerama dengan para ekstrovert dari jurusan ilmu komunikasi. Kamu para ambivert mampu beradaptasi dengan mudahnya di setiap komunitas. Bukannya tidak konsisten, melainkan kamu bisa memahami masing-masing dari mereka. Jadi, tidak heran kalau teman-temanmu tidak hanya terpaku pada salah satu kubu. 9. Soal pekerjaan, kamu juga tidak begitu ambil pusing. Buat kamu, pengerjaan proyek secara berkelompok atau individu itu tidak ada ambivert tidak memiliki preferensi tersendiri mengenai cara penyelesaian sebuah proyek. Kalau orang ekstrovert biasanya lebih memilih untuk mengerjakannya secara berkelompok. Sedangkan orang introvert cenderung lebih suka untuk menyelesaikannya secara individu. Tapi buat kamu yang ambivert, dua opsi ini tidak memberikan dampak yang berbeda. Bukannya bersikap apatis. Tapi, berkelompok ataupun individu, kamu tetap dapat mengerjakannya secara optimal. 10. Kesimpulan dari semua itu, kamu bingung menentukan apakah kamu termasuk ekstrovert atau introvert. Karena sesungguhnya, kamu memang merupakan pergumulan batin yang paling signifikan. Kamu, dan juga teman-temanmu, bingung menentukan apakah kamu ekstrovert atau introvert. Kamu mempunyai kualitas si ekstrovert. Tapi, kamu juga memiliki ciri-ciri si introvert. Kadang kamu menjadi si ekstrovert yang senang sosialisasi. Kadang kamu adalah si introvert yang suka dengan privasi. Tenang saja! Kamu tidak labil, kok. Karena kamu memang dua-duanya. Kamu = si ambivert Meskipun berada di antara dua label’ kepribadian dan kadang terlihat ambigu, seorang ambivert tetap mempunyai keunggulan. Berdasarkan Journal of Psychological Science, penelitian yang dilakukan oleh Adam Grant menyimpulkan bahwa orang-orang ambivert merupakan sales people yang handal dan sukses. Jadi untuk urusan jual-menjual, kamu para ambivert terbukti mempunyai keahlian yang lebih mumpuni dibandingkan mereka yang ekstrovert dan introvert. Karena kamu yang ambivert tahu pentingnya keseimbangan antara berbicara dan mendengarkan. Kamu paham dengan benar kapan harus maju dan melakukan persuasi, serta kapan harus berhenti dan mendengarkan dengan teliti. Artikel ini terinspirasi dari laman Lifehack. Artikel aslinya dapat dilihat di sini dan di sini. Padasaat ini, kita diperhadapkan dengan berbagai tantangan dan pergumulan hidup yang boleh dikatakan semakin berat. Kita sendiri diterpa oleh pergumulan tersebut. Yang selalu menjadi tantangan menjadi saksi Kristus bukan dari luar diri kita tetapi dari dalam diri kita sendiri yaitu apakah kita sudah sungguh-sungguh mengimani akan kuasa Tuhan? Commentaire composĂ© complet, rĂ©digĂ© par le professeur. DerniĂšre mise Ă  jour 02/11/2021 ‱ ProposĂ© par SYL Ă©lĂšve Texte Ă©tudiĂ© AUX LECTEURS Amis lecteurs qui ce livre lisez, DĂ©faites-vous de toute affection, Et le lisant ne vous scandalisez. Il ne contient ni mal ni infection. Il est vrai qu’il a peu de perfection À vous apprendre, sinon en fait de rire Mon cƓur ne peut autre sujet choisir, Voyant le deuil qui vous mine et consume ; Mieux vaut de rire que de larmes Ă©crire, Parce que rire est le propre de l’homme. PROLOGUE Buveurs trĂšs illustres, et vous vĂ©rolĂ©s trĂšs prĂ©cieux car c'est Ă  vous, et Ă  nul autre, que sont dĂ©diĂ©s mes Ă©crits, Alcibiade, au dialogue de Platon intitulĂ© Le Banquet, louant son prĂ©cepteur Socrate, qui est sans discussion le prince des Philosophes, dit, entre autres paroles, qu'il est semblable aux silĂšnes. Les SilĂšnes Ă©taient jadis de petites boĂźtes comme nous voyons Ă  prĂ©sent dans les boutiques des apothicaires, peintes au-dessus de figures comiques et frivoles, comme des harpies, des satyres, des oisons bridĂ©s, des liĂšvres cornus, des canes bĂątĂ©es, des boucs volants, des cerfs attelĂ©s et telles autres figures reprĂ©sentĂ©es Ă  plaisir pour exciter le monde Ă  rire. Tel fut SilĂšne, maĂźtre du bon Bacchus. Mais au-dedans on rangeait les drogues fines, comme le baume, l'ambre gris, la cardamome, le musc, la civette, les pierreries en poudre, et autres choses prĂ©cieuses. Il disait que Socrate Ă©tait pareil parce qu’en le voyant du dehors et en l’estimant par son apparence extĂ©rieure, vous n'en auriez pas donnĂ© une pelure l'oignon, tellement il Ă©tait laid de corps et de maintien risible, le nez pointu, le regard d'un taureau, le visage d'un fou, simple dans ses moeurs, rustique dans ses vĂȘtements, pauvre de fortune, infortunĂ© en femmes, inapte Ă  tous les offices de l'Ă©tat, toujours riant, toujours buvant Ă  la santĂ© d’un chacun, toujours plaisantant, toujours dissimulant son divin savoir. Mais en ouvrant cette boĂźte, vous auriez trouvĂ© au-dedans une drogue cĂ©leste et inapprĂ©ciable, un entendement plus qu'humain, une force d'Ăąme merveilleuse, un courage invincible, une sobriĂ©tĂ© sans pareille, un contentement assurĂ©, une assurance parfaite, un mĂ©pris incroyable de tout ce pour quoi les humains veillent, courent, travaillent, naviguent et bataillent tellement. À quel propos, Ă  votre avis, tend ce prĂ©lude et coup d'essai ? Parce que vous, mes bons disciples, et quelques autres fous qui n’ont rien Ă  faire, en lisant les joyeux titres de certains livres de notre invention, comme Gargantua, Pantagruel, Fessepinte, La dignitĂ© des braguettes, des pois au lard avec un commentaire, etc., vous jugez trop facilement qu’ils ne traitent Ă  l’intĂ©rieur que de moqueries, folĂątreries et joyeux mensonges, puisque l'enseigne extĂ©rieure, si on ne cherche pas plus loin, est communĂ©ment reçue Ă  dĂ©rision et rigolade. Mais il ne faut pas juger si lĂ©gĂšrement les Ɠuvres des humains. Car vous-mĂȘmes vous dites que l'habit ne fait pas le moine, et tel est vĂȘtu d’habits monacaux qui au-dedans n'est rien moins que moine ; et tel est vĂȘtu d'une cape Ă  l’espagnole, qui dans son cƓur n’appartient nullement Ă  l'Espagne. C'est pourquoi il faut ouvrir le livre et soigneusement peser ce qui y est racontĂ©. Alors vous connaĂźtrez que la drogue qu’il contient est de bien autre valeur que ne le promettait la boĂźte. C'est-Ă -dire que les matiĂšres traitĂ©es ici ne sont pas si folĂątres que le titre dessus le prĂ©tendait. Rabelais, Gargantua - Prologue Traduction Mme Fragonard Écrit en 1534 par François Rabelais sous le pseudonyme de Alcofribas Nasier, le prologue de Gargantua est destinĂ©, comme tout prologue, Ă  inciter Ă  la lecture. C’est une invitation au lecteur Ă  dĂ©couvrir un univers imaginaire, mais aussi une pensĂ©e et un style. Cependant ce prologue va plus loin il donne des clĂ©s de lecture de l’Ɠuvre et pose dĂ©jĂ  les bases de la philosophie humaniste prĂŽnĂ©e par l’auteur. Nous verrons comment ce texte, sous une apparence comique, dissimule en rĂ©alitĂ© une rĂ©flexion profonde et pertinente sur le genre humain. I. Une apparence comique a Le registre burlesque Le prologue est prĂ©cĂ©dĂ© d’un dizain strophe ou un poĂšme de dix vers liminaire sous forme d’apostrophe au lecteur. Rabelais place ainsi son Ɠuvre sous le signe du rire parce que rire est le propre de l’homme. ». Le champ lexical du rire, et les nombreuses connotations qui l’accompagnent, soulignent le programme de Gargantua de quoi rire ; le rire ; Ă  rire ; ridicule ; toujours riant ; se rĂ©jouissant ; farces ; dĂ©rision ; moqueries ; folĂątreries ; rigolade
 » Rabelais a recours au registre burlesque c'est-Ă -dire Ă  l'emploi de termes comiques ou vulgaires pour traiter d’un sujet ou de personnages nobles. On a ici une dĂ©calage entre le titre Ă©logieux La vie inestimable du grand Gargantua » qui nous place dans un registre Ă©pique hĂ©ritĂ© des romans de chevalerie, ou mĂȘme hagiographique, qui relate la vie des saints et le style bas qui transparaĂźt dĂšs la premiĂšre ligne et l’apostrophe au lecteur, traitĂ© par les oxymores de buveurs illustres » et de vĂ©rolĂ©s trĂšs prĂ©cieux. » Le burlesque vise Ă  rabaisser ce qui est noble ou respectable, ici le portrait de Socrate. Le grand philosophe est dĂ©peint via un portrait pĂ©joratif qui ridiculise son apparence physique laid de corps, de maintien risible, le regard d’un taureau, le visage d’un fou
 » Les rĂ©fĂ©rences qui lui sont associĂ©es sont marquĂ©es par la nĂ©gation inapte, infortunĂ© », discordante avec le personnage de Socrate, reconnu de tous comme un modĂšle de sagesse, et le pĂšre mĂȘme de la philosophie. De plus, le prologue cherche en principe Ă  susciter la bienveillance du lecteur pour lui donner envie de poursuivre ici, le lecteur est presque insultĂ© ! Mais la tournure oxymorique nous permet de comprendre qu’il s’agit d’une plaisanterie, et que Rabelais s’adresse Ă  nous comme Ă  de bons et fidĂšles camarades. b Un style dionysiaque Par apposition Ă  l’esthĂ©tique appolinienne, qui cĂ©lĂšbre Apollon le dieu des arts et de la beautĂ©, symbole d’ordre et de culture, le dionysiaque est une esthĂ©tique de la dĂ©mesure, de l’ivresse, de l’instabilitĂ© et de l’enthousiasme. Apollon incarne l’ordre, Dionysos, le dieu de la vigne, incarne la gaietĂ© et le chaos. L’apostrophe buveurs trĂšs illustres » place d’emblĂ©e le lecteur dans cet univers. Il faut lire Gargantua comme on boirait du vin, pour en tirer une ivresse joyeuse. Rabelais Ă©voque aussi SilĂšne, le satyre pĂšre adoptif de Dionysos. L’ivresse transparaĂźt partout dans l’écriture de Rabelais, Ă  travers les nombreuses Ă©numĂ©rations dĂ©lirantes comme les harpies, les satyres, les oisons bridĂ©s, les liĂšvres cornus, les boucs volants etc. » On dirait un propos d’ivrogne en proie Ă  des hallucinations, comme si l’auteur, incapable de s’arrĂȘter de parler, Ă©tait emportĂ© par une ivresse littĂ©raire. L’énumĂ©ration des Ɠuvres participe Ă  cette sensation Gargantua et Pantagruel sont citĂ©es mais les titres suivants sont fantaisistes et inventĂ©s par l’auteur, Ă  portĂ©e presque scatologique Fessepinte, la DignitĂ© des braguettes
 » et donc de ce qu’elles contiennent.. C’est la promesse d’une Ɠuvre marquĂ©e par la joie et la spontanĂ©itĂ©. Mais derriĂšre cette Ă©criture fantaisiste et dionysiaque se cache une Ɠuvre Ă  visĂ©e philosophique le prologue sert Ă  nous avertir de ce double niveau de lecture. II. Un prologue philosophique a Le rire, une porte d'entrĂ©e vers la pensĂ©e de l’auteur Le rire de Rabelais est un choix rĂ©flĂ©chi, une posture volontaire, comme le montre la formule comparative mieux vaut de rire que de larmes Ă©crire ». Il vaut mieux Ă©crire de quoi rire que de quoi pleurer, car le rire est le propre de l’homme. Rabelais insiste sur le rire qui est un privilĂšge unique de la condition humaine les animaux ne rient pas. Dans le mĂȘme temps, il Ă©voque un deuil qui mine et consume » le registre tragique est amenĂ© en opposition au ton burlesque et joyeux de cette apostrophe. L’auteur rappelle que son Ɠuvre a deux niveaux de lecture en surface, le comique et le burlesque qui amuse et divertit ; en profondeur le tragique et le sĂ©rieux, inhĂ©rent Ă  la condition humaine, par essence mortelle et fragile. Le champ lexical de la philosophie contrebalance la tonalitĂ© comique du texte Socrate, prince des philosophes, comprĂ©hension, vertu, contentement, examen approfondi, interprĂ©ter, nature, sage
 » Ce vocabulaire abstrait s’oppose Ă  l’univers fantaisiste et scatologique et souligne l’ambition philosophique de l’Ɠuvre. Le texte est d’ailleurs structurĂ© Ă  la maniĂšre d’un texte argumentatif 1er paragraphe descriptif Ă  visĂ©e argumentative avec la mĂ©taphore filĂ©e de la boite, qui insiste sur l’importance du contenu sur le contenant, tout comme pour Socrate en intĂ©rieur intelligence, force, merveille
 », et donc comme pour l’Ɠuvre. Le deuxiĂšme paragraphe est argumentatif et construit avec la prĂ©sence de connecteurs logiques mais, car, c’est pourquoi, alors, dans l’hypothĂšse oĂč
 » Rabelais est donc moins ivre qu’il n’y parait. Il veut valoriser la raison et la logique le rire est une porte d’entrĂ©e dans l’Ɠuvre qui sĂ©duit le lecteur dans l’immĂ©diat, pour ensuite lui faire dĂ©couvrir une rĂ©flexion humaniste. Il s’amuse mĂȘme en accusant le lecteur d’avoir trop bu ! b Une mĂ©decine de l’ñme Rabelais est un mĂ©decin diplĂŽmĂ© et pratiquant. Il a lu Hippocrate et Galien, qu’il cite d’ailleurs ensuite dans ce mĂȘme prologue. Cette formation transparaĂźt tout au long du prologue. Le champ lexical de la mĂ©decine est omniprĂ©sent ni mal ni infection ; remĂšdes ; baumes ; drogue
 » La lecture de Gargantua nous est prescrite Ă  la maniĂšre d’un mĂ©dicament. Il est destinĂ© Ă  guĂ©rir les Ăąmes en les ouvrant Ă  la sagesse et Ă  la vĂ©ritĂ©. C’est un manifeste humaniste. III. Un prologue humaniste a La grandeur de l’homme Sous la satire, Rabelais met en avant la noblesse de notre dimension spirituelle. À travers une Ă©numĂ©ration des activitĂ©s qu’il juge dĂ©gradantes pris de convoitise, travaillent courent, naviguent, bataillent
 » il fait une allusion trĂšs claire aux prĂ©occupation sociales de son temps, guerre de religion, commerce maritime etc.. Il caricature les hommes entraĂźnĂ©s dans le tourbillon d’une vie sans prendre le temps de penser ou de rĂ©flĂ©chir. Cette pensĂ©e est rĂ©solument moderne pour son Ă©poque, car elle peut s’appliquer encore parfaitement aujourd’hui ! Il appelle l’homme Ă  se dĂ©pouiller de l’action frĂ©nĂ©tique pour accĂ©der Ă  la contemplation et Ă  la rĂ©flexion. Il met en valeur les bienfaits de la connaissance Ă  l’aide du registre Ă©pique comprĂ©hension plus qu’humaine, vertus merveilleuses, courage invincible, assurance parfaite
 ». Il met en Ă©vidence la grandeur de l’homme, sa capacitĂ© Ă  utiliser son esprit pour comprendre le monde. b Une nouvelle conception de la littĂ©rature Rabelais souhaite dĂ©peindre l’homme tel qu'il est. Il mentionne les croyances populaires l’habit ne fait pas le moine » et utilise le langage quotidien et non savant pour parler de l’homme tel qu’il est, sans chercher Ă  l’idĂ©aliser. Il abolit la frontiĂšre entre Ă©crit et oral, et entame un dialogue avec le lecteur, comme le prouve la 2eme personne du pluriel c’est Ă  vous que je dĂ©die
 ; pour que vous mes bons disciples ; avez-vous trop bu ? ». Il joue le rĂŽle d’un Socrate qui, par le dialogue, cherchait Ă  dĂ©faire les prĂ©jugĂ©s de son interlocuteur. Socrate utilisait sa propre mĂ©thode, appelĂ©e la maĂŻeutique, ou l’accouchement des Ăąmes. Rabelais, Ă  travers le philosophe grec, fait revivre le patrimoine grĂ©co-latin que les humanistes redĂ©couvrent et veillent Ă  appliquer dans leur vie quotidienne. c Par-delĂ  le chaos Comique, argumentatif, philosophique
 ce prologue est aussi Ă©tonnamment poĂ©tique. De nombreuses rimes internes dans les descriptions tĂ©moignent d’une volontĂ© esthĂ©tique. Les assonances ajoutent de la musicalitĂ©. Le texte, qui s’ouvrait sur une cĂ©lĂ©bration du chaos dionysiaque, se rĂ©vĂšle paradoxalement soucieux de son harmonie. Rabelais cherche Ă  rapprocher les contraires le rire et le tragique, le laid et le beau, l’ordre et le chaos
 Il veut montrer l’unitĂ© du monde plutĂŽt que sa division. La subtilitĂ© de cette dimension poĂ©tique souligne que le monde reste unifiĂ© sous son apparence dĂ©sordonnĂ©e et anarchique. Sans doute est-ce le cƓur mĂȘme du projet humaniste. Conclusion Ce prologue de Gargantua permet au lecteur de comprendre le contenu de l’ouvrage Ă  venir une Ɠuvre littĂ©raire contenant des genres et des registres multiples, de la farce jusqu’à la poĂ©sie. Ce texte rĂ©sume Ă  lui seul le projet humaniste de Rabelais Ă©tudier le foisonnement et la complexitĂ© du monde mais surtout en louer son unitĂ©. Inilahyang membuat Yesus menang sekalipun pergumulan itu sangat berat. Seberat apapun pergumulan yang sedang kita hadapi hari ini, kalau kita hidup dan berjalan dalam kehendak Allah, maka kita akan dimampukan untuk mengatasinya karena Allah siap menolong kita untuk terus melangkah seberat apapun pergumulan itu. Memiliki kehidupan doa yang baik

5 Kunci Menang dari Pergumulan Bertekun dalam Pergumulan – Ringkasan Kotbah Gereja Reformasi Indonesia Coretan Mahasiswa Pergumulan dan Kesabaran – KAMAJAYA Scholarship PERGUMULAN HIDUP ORANG BENAR Gereja Murid Kristus BERIMAN dalam PERGUMULAN Part 1 Family First Indonesia Percaya Pada Tuhan, Pergumulan Diubah Jadi Berkat - SBU SIKAP ORANG PERCAYA DALAM MENGHADAPI PERGUMULAN GPIB Gideon Depok Positif Menghadapi Pergumulan - JerryTrisya Apa Pergumulan Terbesar Anda? Doa di Tengah Pergumulan ~ Murid Sejati PERGUMULAN HIDUP - Andalkan Tuhan Dalam Pergumulan Hidup Agar Kita Tak Larut Dalam Masalah - Sebuah Pergumulan yang Berat Renungan Kristiani 4 Pergumulan yang Kita Hadapi dalam Pelayanan – The Light Team" MENGHADAPI PERGUMULAN HIDUP 4 Pergumulan yang Mungkin Dihadapi oleh Pendeta Gerejamu Lebih Daripada yang Kamu Pikirkan – PUISI Pergumulan – PENDOA SION 30 LAGU-LAGU SAAT MENGHADAPI PERGUMULAN HIDUP - HIDUP KRISTEN Article HM MINISTRY Pengharapan di Tengah-Tengah Pergumulan Hidup e-Artikel 5 PUJIAN TERBAIK SAAT MENGATASI PERGUMULAN LIRIK - YouTube Doa Mohon Allah Mendengarkan Doa Kita Doa dalam pergumulan hidup yang berat – Bawalah segala pergumulan hidup Santapan Rohani PENYESUAIAN SIKAP HATI MENGHADAPI PERGUMULAN HIDUP Doa Dalam Pergumulan - YouTube PERGUMULAN HIDUP ORANG BENAR
 - Renungan Harian Kristen Facebook Makin Tertekan Makin Berkemenangan Solusi Praktis Mengatasi Kesulitan Dan Pergumulan Hidup Orang Percaya Rubin Adi Abraham - pergumulan hidup Jual Produk Pergumulan Hidup Orang Termurah dan Terlengkap Oktober 2021 Bukalapak Beriman Teguh di Tengah Pergumulan Hidup KOMUNITAS WARGA KRISTEN 20 JAWABAN TUHAN ATAS PERGUMULAN HIDUP Renungan & Firman Tuhan - Ayat Pengharapan Dalam Pergumulan - YouTube Warrior Bride Of Christ Indonesia - MENGAPA KITA BERDOA? Kolose 42 “Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur.” Di waktu-waktu ini kita disarankan untuk lebih banyak berdoa. Ada BERIMAN dalam PERGUMULAN part 3 Family First Indonesia Doa Dalam Pergumulan Iman, Doa, Tuhan Pergumulan Chelsea Immanuel auf Twitter “Engkau Tau Tuhan, setiap pergumulan di hidup ku, tanpa kekuatan dr Mu aku engga akan sanggup. Carilah Pertolongan Kepada Tuhan Saat Pergumulan Hadir – 4 Pergumulan yang Kita Hadapi dalam Pelayanan – Persekutuan Oikumene 2 Arti Kata Pergumulan di Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI di TENANG DITENGAH PERGUMULAN - PPHKI Cara Menyelesaikan Pergumulan Hidup Yang Berlarut-larut Penyerahan Yang Benar Dalam Menghadapi Pergumulan. Forum Kristen Online 20 LAGU ROHANI SAAT MENGATASI PERGUMULAN - LIRIK LAGU KRISTEN Pergumulan Batin Kita – GKI KARANGSARU Ayat Alkitab dalam Menghadapi Pergumulan Pergumulan - STEMI Pemuda Renungan Saat Teduh Mazmur 61-4 Ayat Alkitab Tentang Pergumulan - Agung Raditia W KUATKAN IMAN DALAM PERGUMULAN” - MAZMUR 46 1 - 12 + Audio - Dodoku GMIM Bertahan Dalam Pergumulan Hidup sebagai Orang Kristiani - Katedral Pangkalpinang Pergumulan dalam Tuhan Lagu Rohani Kristen Saat Menghadapi Pergumulan - Insight Tour đŸ‘Œ Pergumulan adalah awal
 - KATA-KATA PENUH BERKAT Facebook Pergumulan Halaman 1 - Baik dalam pergumulan maupun sukacita, penyertaan, kasih, dan anugerah Allah terbukti cukup. Santapan Rohani Doa dalam pergumulan - YouTube Pergumulan Hidup – Life Quotes Awal dari Sebuah Pergumulan Kesaksian Kasih Allah 25 Lirik Lagu Rohani Kristen Tentang Mengatasi Pergumulan - YuKristen Apakah pergumulan hidup si penulis​ - Pedoman dan Inspirasi KeHidupan ” Kemuliaan Dibalik Pergumulan & Penderitaan..” Pencobaan Hidup Ujian, Pergumulan Orang Kristen – Masalah Mengantarkan Pada Ketenteraman Hati Dan Kreativitas – menang BERSAMA LAGU ROHANI KRISTEN SAAT MENGHADAPI PERGUMULAN, MASALAH DAN MENUJU MUKJIZAT - YouTube Rohani, Lagu, Kristen Renungan Harian - TERLIBAT DALAM PERGUMULAN SESAMA Dimana Allah pada saat kita menghadapi pergumulan hidup? Afen Sena – Pergumulan dan Kerumunan Kata Di Antara Titik dan Koma Halaman Moeka Publishing Motivasi kristen - Apa yang menjadi pergumulan mu saat ini. . Apapun yang menjadi pergumulan mu, saat ini.. Tetaplah berdoa dan andalkan Tuhan.. . Ada kekuatan dan pertolongan.. Amin. Facebook Bersyukurlah, Karena Nafas Hidup Lebih Penting Dari Pergumulan Hidupmu Motivasi-Kristen - Motivasi - Kristen Iman, Budaya, dan Pergumulan Sosial - OBOR 2 Arti Kata Pergumulan - Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI - Kemenangan dalam Pergumulan" - GKI Beringin, Semarang podcast Listen Notes pergumulan – Serambi Jeffry Sudirgo Cara Menghadapi Pergumulan – Tumbuh Benar Doa Kristen Dalam Pergumulan Bisa Dicek Dalam Mazmur 61-10 - Ű§Ù„ÙˆŰłÙ… pergumulan Űčلى ŰȘويŰȘ۱ Doa Kristen Sebelum Tidur Dan Doa Pergumulan Berdasarkan Alkitab - Agung Raditia W Menang Atas Pergumulan Hidup - Dogmatika Kristen PENYESUAIAN SIKAP HATI MENGHADAPI PERGUMULAN HIDUP Listen to Lagu Rohani Menguatkan Saat Dalam Pergumulan 2021 Lagu Rohani Kristen Terbaru 2021 Terpopuler by elchristys in Andre playlist online for free on SoundCloud Seberat Apapun Pergumulan Hidupmu, Ingatlah Ada Tuhan Tempat Untuk Bersandar ANTARA PERGUMULAN DAN PENYERAHAN tak ada lagi pergumulan Wahyu 21 1-4 nandohotang 8 SELF HEALING VERSI ARCHA BELLA MENGHADAPI PERGUMULAN KEHIDUPAN - ARCHA BELLA’S ADVENTURE PERGUMULAN PANJANG YANG MELELAHKAN Lagu Pergumulan Paling Menyentuh Hati Lagu Rohani Terpopuler Sepanjang Masa - YouTube COVID 19 SEBAGAI PERGUMULAN EKSISTENSIAL MANUSIA DALAM EKSISTENSIALIME SØREN KIERKEGAARD – Betang Filsafat Jual Ebook Pergumulan Kerumunan Kata Diantara Titik dan Koma - Kab. Tangerang - CSAS Indonesia Tokopedia HIDUP DALAM MASYARAKAT DENGAN PRINSIP KRISTIANI - ppt download PENYANGKALAN IMAN DALAM PERGUMULAN & TANTANGAN Lukas 2254-62 - DEAR PELANGI Doa dalam pergumulan KASKUS 43 Doa dalam pergumulan – Podcast on Instagram with Daniel Richard – Podcast – Podtail Pergumulan Kita - Home Facebook Satu pergumulan adalah sa
 Quotes & Writings by christianarmy_ YourQuote Struggles Pergumulan-Pergumulan - Mengikut Yesus di Dunia yang Terpusat pada Selfie Jual Buku Pergumulan Individu Dan Kebatiniahan Menurut Soren Kierkegaard oleh Eugenita Garot - Gramedia Digital Indonesia Arti kata pergumulan dalam kamus Indonesia-Inggris. Terjemahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris - Kamus lengkap online semua bahasa NIETZSCHE Sebuah Catatan Pergumulan dan Bentrokan Buku Pergumulan Mengerti Kehendak Allah Tafsiran Habakuk Shopee Indonesia Hidup dalam kesatuan Dikuatkan dalam pergumulan - Faithlife Sermons

Realitasalkitabiah dan teologis bahwa Allah—dalam kebaikan dan kemahakuasaan-Nya— memegang kendali termasuk saat kita menderita dan tidak tahu penyebabnya. Inilah jaminan yang meyakinkan
Judul Darah Muda Penulis Dwi Cipta Tahun Terbit 2018 Iklan Penerbit Literasi Press Tebal x + 386 ISBN 978-602-72918-3-6 Ini adalah buku pertama yang saya baca di tahun 2018. Penulisnya menyebutnya sebagai sebuah novel. Bagi saya buku ini lebih seperti jurnal harian yang diedit daripada sebuah novel. Namun kisah yang dituturkan dalam buku ini sungguh sangat menarik. Saya salut kepada Dwi Cipta, sang perangkai buku ini karena keberaniannya mengisahkan secara kronologis persinggungannya dengan dunia tulis-menulis dan persekolahan. Ia mengisahkan pengalamannya sejak sebelum mengenal TK sampai dengan copot dari kesempatannya mendapat selembar ijazah sarjana. Kenapa saya anggap Dwi Cipta amat berani – dan menurut saya lebih tepat disebut nekat? Sebab tak banyak orang yang mau menceritakan pengalaman dengan topik tunggal dalam 386 halaman! Tokoh “Aku” digambarkan sebagai orang yang kemaruk terhadap buku. Pertemuannya dengan buku di Balai Desa tanpa sengaja saat masih usia dini membuatnya jatuh cinta. Buku adalah pelarian dari posisinya dalam dunia yang tidak bahagia. Lahir dari ayah dan ibu yang dibenci oleh keluarga besarnya, membuat ia pun juga menjadi sasaran rundung. Sejak kecil ia sudah dipanggil dengan panggilan KIRIK – anjing! Kehidupan masa anak-anaknya yang penuh perundungan itu membuatnya mencari tempat pelarian. Buku adalah tempat pelarian yang nyaman baginya. Buku adalah pintu untuk menuju dunia lain yang membahagiakannya. Dikaruniai otak yeng encer, tokoh Aku menjalani kehidupan persekolahannya bukannya tanpa liku. Saat SMP, karena mabok dengan pendapat-pendapat dari buku yang dibacanya, membuat dirinya tidak disukai oleh guru. Namun demikian, di kelas tiga, ia memilih untuk menjadi seorang “penurut” sehingga bisa lulus dengan baik. Sayang ia tidak mendapatkan tempat di SMA yang diidamkannya. Kediktatoran ayahnya membuat ia kehilangan kesempatan untuk masuk ke SMA yang diincarnya. Sejak itulah ia sangat membenci ayahnya yang dianggapnya sok tahu, padahal tidak tahu. Pergumulan tentang tujuan hidup dan pilihan profesi mulai menggelora saat tokoh Aku masuk ke perguruan tinggi. Pilihannya untuk menjadi penulis membuatnya putus dari kuliahnya. Ia pun tak kunjung berhasil menjadi seorang penulis seperti yang dibayangkannya. Puncaknya adalah saat harus kembali ke kampungnya untuk menengok sang ibu yang sakit keras. Pilihan akan jalan hidupnya itu dianggap sebagai aib dan ketidak-berhasilan dalam hidup oleh keluarganya. Dwi Cipta mengajukan sebuah pemikiran bahwa sekolah, membaca buku dan gelar-gelar dari kampus-kampus tidak selalu menghasilkan orang-orang yang selama ini diidamkan oleh kebudayaan kita. Ia menunjukkan bahwa kata-kata, buku dan persekolahan bisa membawa seseorang menjadi kritis dan mempertanyakan tujuan hidup, bahkan mempertanyakan eksistensinya sebagai manusia. Gagasan ini tidaklah baru. Setidaknya bagi budaya Eropa yang sudah lama menggeluti persoalan eksistensi diri. Namun bagi budaya Indonesia tentu saja berpikir semacam ini masih sangat jarang dan tabu? Sekolah itu dianggap sebagai sarana untuk mencari ilmu demi bekal masa depan ekonomi yang lebih baik. Kisah si Aku dalam buku ini menyimpang dari pakem yang sudah diyakini oleh budaya kita. Dwi Cipta menunjukkan bagaimana sengsaranya menjadi orang yang menyimpang dari pakem. Seorang yang tak tahu balas budi kepada orang tua yang sudah berkorban berinvestasi bagi masa depan sang anak. Dwi Cipta menampilkan tokoh Aku dengan cara pikir Barat. Bacaan-bacaannya pun bacaan-bacaan Barat. Ia membangun tokoh aku yang kritis terhadap situasinya. Ia fasih membahas legenda Yunani. Ia paham filsafat-filsafat dan cara berpikir Barat. Itulah sebabnya tokoh Aku menentang situasinya dengan cara pikir Barat. Ia tidak menengok sedikit pun cara berpikir Timur, apalagi berpikir cara Nusantara. Apakah memang budaya baca-tulis-buku-sekolah adalah monopoli Barat? Satu lagi yang ingin saya bahas tentang buku ini. Yaitu tentang format yang katanya adalah Novel. Memang di awal sepertinya saya akan disuguhi oleh sebuah kisah yang sangatlah menarik. Dwi Cipta memulai dengan latar belakang sejarah perkebunan tebu di desanya. Ia menggambarkan konflik yang tajam antara para pemodal pabrik gula yang berselingkuh dengan para pejabat daerah melawan penduduk. Ia juga menukil kisah kelam tahun 1965. Kalimat pembuka buku ini pun sangat provokatif “Pada mulanya adalah kisah keringnya sungai di sebelah timur rumahku selama bulan Oktober.” Apalagi Dwi Cipta juga membumbui awal bukunya dengan legenda Dewi Lanjar dan Kapal Kaladita. Maka saat saya membaca bagian awal buku ini, saya sudah merasa akan disuguhi kisah yang dijalin seputar sengketa ideologis antara kapitalisme dengan sosialisme atau Jawanisme. Ternyata di bab-bab selanjutnya intensitas konflik yang sangat tajam dibangun di awal buku lenyap ditelan kata-kata. Selanjutnya saya disuguhi oleh pergumulan tunggal tokoh sang Aku. Saat selesai membaca buku ini, saya teringat dengan buku karya Jean Paul Sartre yang berjudul “Les Mots” yang diterjemahkan oleh Jean Couteau menjadi “Kata-Kata.” Dalam bukunya ini Sartre juga berkisah tentang pergumulannya dengan “kata-kata.” Sartre menuangkan riwayat hidupnya menjadi sebuah buku yang menggambarkan perjuangannya untuk menjadi seorang penulis. Saya senang ada karya orang Indonesia yang berani mengungkap perenungan dan perjuangan eksistensialnya sebagai manusia intelektual, seperti halnya Sartre menuliskannya di Perancis sana. Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.
Serta kenapa kita harus tergesa-gesa menghakimi “memberontak” sampai-sampai “anti-Tuhan” (astaga!) terhadap pergumulan batin seseorang tanpa kita memberi kesempatan pada orang tersebut untuk berdialog secara pribadi seutuhnya dengan Sang Khalik hingga suatu waktu ia betul-betul memperoleh apa yang menjadi ganjaran yang patut baginya?
67YlJrD.
  • 86cvfovdve.pages.dev/374
  • 86cvfovdve.pages.dev/52
  • 86cvfovdve.pages.dev/305
  • 86cvfovdve.pages.dev/120
  • 86cvfovdve.pages.dev/368
  • 86cvfovdve.pages.dev/256
  • 86cvfovdve.pages.dev/308
  • 86cvfovdve.pages.dev/49
  • 86cvfovdve.pages.dev/237
  • apakah pergumulan hidup si penulis